SEJARAH SINGKAT DESA PODI
SEJARAH DESA PODI
Podi adalah susunan dari satuan-satuan mukim tradisional orang Lalaeo yang membentuk perkampungan besar. Daerah ini resmi berdiri sebagai desa definitifpada tahun 1949dan kepala desa pertama bernama Ngkai Bintang yang berasal dari keturunan Binangkari. Hal ini terjadi bersamaan dengan kebijakan era kemerdekaan pada tahun 1949. Dimana, seluruh bekas wilayah kekuasaan kerajaan-kerjaan lokal dimasukan sebagai wilayah administrasi Pemerintah Sulawesi Tengah,yang saat itu berkedudukan di Kota Poso. Mengalami perkembangan lebih lanjut, setelah wilayah Sulawesi Tengah terbagi dua daerah. Pada tahun 1951 wilayah Kerajaan Tojo masuk sebagai wilayah administrasi pemerintahan Daerah Poso (Camang, 2002).
Bagi masyarakat setempat, nama "Podi" artinya menanti. Diambil dari sebuah titik sejarah dimana bertemunya komunitas yang dipisahkan oleh aliran sungai Podi (Korompodi) melalui penggabungan dua struktur Kepala Kampung. Kampung sebelah selatan yang dipimpin oleh Tagau. Tagau adalah orang yang pertama kali memimpin pembuatan jalan setapak saat itu yang sekarang dijadikan sebagai besar pembuatan jalan trans sulawesi. Namun mengalami beberapa perubahan, misalnya jalan raya yang berbelok kanan arah dari Kota Poso menuju Kota Ampana, dulunya lurus menyebrangi sungai Podi.
Dalam ingatan orang Podi meyakini, bahwa badan sungai Podi atau Korompodi dulunya kecil. Muara sungai pertama persis berada ditanggul kedua kondisi sungai saat ini. Tagau sebagai pemimpin komunitas saat itu memimpin masyarakat bekerja menggabungkan dua perkampungan itu. Ia adalah penduduk asli yang berasal dari dua klan besar yakni, Nuku dan Wance, keturunan langsung suku Lalaeo yang dulu tinggal disekitar kaki gunung Katopasa, dalam rantai rotasi pelandangan dan dipaksa turun kedaerah pesisir oleh Belanda.
Pola kepemimpinan dalam sejarah organisasi sosial komunitas orang Podi bermula dari Kepala Navu. Gelar sekaligus jabatan itu diberikan pada orang tertentu yang bertugas memimpin masyarakat membuka ladang dan aktivitas bercocok tanam ketika musim tanam disepakati telah tiba. semasa proses pembukaan ladang berlangsung yang dimulai dari bulan awal, setiap bulan Januari, Kepala Navu akan bekerja menyelenggarakan segala ritual adat yang diperlukan masyarakat saata mulai membuka ladang. Perkembangan populasi mendorong terjadinya unifikasi (penyatuan) dua kampung terpisah yang menghasilkan apa yang disebut dengan Kepala Tongku atau kepala kampung. Nama itu merepresentasikan penyatuan kampung yakni penggabungan antara Podi dan Tongku. Namun penyatuan ini tidak berlangsung lama, pembesaran populasi justru menuntutpemisahan kembali. Setelah terjadi pemisahan antara kampung Tongku dan Podi, akhirnya dalam masa orde baru dua kampung itu berdiri sendiri masing-masing menjadi desa definitif.
Berkembangnya organisasi moderen akibat intervensi negara lewat desa. Kepala Navu pun digantikan dengan Kepala Desa menjalankan roda pemerintahan. Seiring dengan kebijakan otonomi daerah, dan menguatnya isu kearifan lokal. Sehingga pemerintah menyesuaikan model pemerintahan dengan dengan karakter masyarakat lokal lewat pengaktifan kembali organisasi tradisional. Namun tasfir pemerintah melenceng jauh dari basis sejarah kepemimpinan lokal di Desa Podi. Kini peran Kepala Nafu, diambil oleh Ketua Adat yang dibentuk oleh pemerintah. Ketua Adat juga ditetapkan melalui prosesi pemilihan secara demokratis oleh masyarakat berdasarkan kriteria khusus: yakni mengetahui asal-usul dan tradisi leluhur orang Podi.
Komentar
Posting Komentar